Sebelum
menang atas Barcelona dan mengejutkan dunia akan kehebatan mereka,
Milan telah tampil memukau di kompetisi domestik. Hanya sekali menderita
kekalahan dari 13 laga terakhir di Serie A bukanlah pencapaian
sembarangan karena dengan modal itu mereka kini menduduki posisi tiga.
Beberapa
bulan sebelumnya, tidak ada yang berani bertaruh Milan akan berada di
posisi zona Liga Champions ini. Krisis finansial memaksa mereka menjual
pemain bintang dan melepas pemain senior.
Penampilan
Kevin-Prince Boateng dan Antonio Nocerino juga menurun drastis ketimbang
musim lalu saat mereka sering menjadi katalis tim. Hilangnya sosok
Zlatan Ibrahimovic di lini depan amat berpengaruh. Kemampuan Ibra
menahan bola dan membuka ruang membuat Boateng dan Nocerino sering
mendapatkan peluang menembak yang bagus, sesuatu yang tidak mereka
dapatkan setelah Ibra hengkang.
Kekalahan demi kekalahan tidak
membuat mereka makin terpuruk. Justru, Milan seperti belajar perlahan
dari pertandingan satu ke pertandingan lainnya. Hasilnya memang tidak
instan dan hal ini turut memanaskan kursi pelatih Max Allegri. Presiden
klub Silvio Berlusconi secara terang-terangan menginginkan pelatih lain
seperti Pep Guardiola, Frank Rijkaard ataupun Marco Van Basten untuk
menangani Milan.
Namun Allegri pelan-pelan mampu membawa Milan
keluar dari krisis. Setelah mencoba-coba berbagai taktik, Allegri
akhirnya mantap dengan pola 4-3-3. Posisi bek kiri yang sebelumnya
menjadi titik lemah mampu diatasi dengan menempatkan Kevin Constant
disana. Sorotan yang juga kencang di posisi bek tengah juga perlahan
ditambal Allegri dengan memantapkan duet Philippe Mexes-Cristian Zapata.
Kini, Milan bukan sekadar tim dengan penyerangan tajam, namun
pertahanan mereka juga pelan-pelan solid. Sementara itu, lini tengah
yang dikomandoi Montolivo juga memainkan peran sebagai distributor bola
sekaligus filter pertama dalam pertahanan.
Milan menjaga
momentum bagus ini dengan mendatangkan Mario Balotelli dari Manchester
City. Kedatangan Balotelli tidak hanya membantu penjualan kaus saja,
namun sejauh ini membantu Milan dalam ketajaman, dilihat dari kontribusi
4 gol dari 3 laga pertamanya berseragam merah hitam. Kehadiran Super
Mario juga menghilangkan ketergantungan Milan yang terlalu besar pada El
Shaarawy dalam mencetak gol.
Mengalahkan Tim Terbaik Momentum
positif Milan mendapatkan ujian sesungguhnya dari Barcelona, yang
banyak dianggap sebagai tim terbaik dunia. Tifosi Milan yang paling
optimistis pun tidak berani menjagokan timnya akan mampu mengalahkan tim
ini.
Namun apa yang terjadi sungguh di luar dugaan. Milan
membuat laga tidak semudah membalik telapak tangan bagi Barcelona.
Akhirnya Barca menyerah dua gol tanpa balas atas tuan rumah. Hal ini
menandai kemenangan pertama Milan di San Siro dalam ajang Liga Champions
musim ini.
Barcelona menurunkan tim terbaik, Xavi yang
sebelumnya absen di tiga laga terakhir Blaugrana tampil menemani Cesc
Fabregas dan Sergio Busquets di mesin permainan. Sementara trio Andres
Iniesta-Pedro-Lionel Messi memimpin penyerangan. Dengan komposisi ini,
tidak ada yang menyangsikan kemampuan mereka.
Milan memainkan
formasi yang identik dengan Barcelona yaitu 4-3-3. Mereka tampil sangat
disiplin dan mampu menutup segala ruang dalam lapangan. Terlihat sekali
mereka sangat fokus baik secara fisik, taktik maupun mental untuk
menghadapi partai besar ini. Milan tidaklah memainkan strategi memarkir
bus.
Mereka menekan, tidak hanya menunggu lawan di kotak penalti.
Fakta
menunjukkan, Milan melakukan percobaan menembak delapan kali dan tiga
di antaranya tepat sasaran. Sementara Barcelona tercatat hanya melakukan
tujuh tembakan dan hanya satu melalui Xavi Hernandez yang tepat
sasaran. Milan tidaklah bertahan total, namun mereka meladeni Barcelona
dengan cerdik.
Penguasaan bola mutlak yang dimiliki Barcelona
tidak lantas membuat mereka mampu menciptakan banyak peluang.
Istimewanya permainan lini tengah dan belakang Milan membuat penguasaan
bola itu tidak berbahaya.
Pujian pantas diberikan atas solidnya
kinerja lini tengah Rossoneri. Massimo Ambrosini tampil luar biasa
menemani Riccardo Montolivo dan Sulley Muntari di lini vital ini. Sang
kapten yang usianya sudah 35 tahun itu tampil tak kenal lelah seperti
usianya 10 tahun lebih muda. Sepanjang pertandingan ia mampu menghalau
sembilan kali, terbanyak di antara pemain-pemain Milan.
Kinerja
lini tengah Milan pula yang semalam mampu membatasi peran Lionel Messi
hingga sang bintang seperti terisolasi. Dengan terisolasinya La Pulga,
lini pertahanan Milan amat terbantu karena ancaman menjadi berkurang.
Kecemerlangan
performa pertahanan diimbangi dengan ketajaman serangan. Dua gol yang
tercipta melalui Kevin-Prince Boateng dan Sulley Muntari menunjukkan
betapa efektifnya serangan-serangan pasukan Max Allegri. Meski gol
pertama mereka bisa diperdebatkan, namun secara umum tidak mengubah
fakta bahwa Milan tampil lebih baik ketimbang Barcelona.
Milan
mengikuti jejak Glasgow Celtic, Chelsea, Inter Milan ataupun Rubin Kazan
yang pernah mengalahkan Barcelona di ajang Liga Champions dalam tiga
tahun belakangan. Namun tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka, ada
yang berbeda dari kemenangan Milan ini.
Milan menang
sebagaimana tim yang memang layak menang. Milan menang tanpa memainkan
strategi bertahan. Milan menang karena mereka unggul mutlak dari sisi
taktik, kedisiplinan, efektivitas, dan penampilan bagus seluruh
pemainnya.
Sebuah kemenangan yang sangat pantas.
Kemenangan
ini tentu membawa Milan pada optimisme, sekaligus meninggalkan tugas
berat bagi Barcelona untuk mengalahkan Milan dengan margin tiga gol di
Camp Nou nanti. Namun perjuangan Milan jelas masih belum usai. Dengan
hasil ini, Barcelona akan tampil bak singa terluka di kandang mereka
sendiri. Laga di Camp Nou akan menjadi pertandingan penuh teror bagi
Milan.
AC Milan Perkasa:
117 komentar